Kata Selamat pada Selamat Tinggal

"Akan selalu ada kata selamat
Dalam setiap kata selamat tinggal" 

Ya, itu dua baris lagu yang baru ku temukan mungkin minggu lalu. 
Tepat disaat aku harus menyelesaikan tugas lari, di kilometer kilometer terakhir, tiba-tiba lagu ini muncul random pada playlist yang sedang ku putar. 
Bait per bait ku dengarkan dengan baik.
Mendadak dada sesak. 
Bukan cuma sesak karena berlari. 
Tapi sesak karena lagu ini, mencampur adukan hal-hal yang pernah terjadi. 

Bukan kepada siapa. 
Tapi mungkin lebih kepada Dia atau Mereka. 
Ya, mereka yang akhirnya menemukan setelah mungkin pernah diposisi ku saat ini. 

Semalam, aku bertemu dengan orang dari masa lalu. 
Tidak.. tidak.. bukan hadir untuk mengetuk pintu. 
Hanya menyapa ramah pada batasan-batasan yang kini menjadi ada. 

Ternyata bercerita masa lalu dengan orang terdahulu cukup menarik. 
Bukan untuk memperbaiki masa kini. 
Hanya untuk bercerita masa itu, menjelaskan hal-hal yang pernah terjadi dalam dua sisi cerita. 
Banyak hal yang mungkin tak sama dengan persepsi saat itu. 
Banyak tanda tanya yang dulu ada dan terjawab kini.
Lalu untuk apa ? 
Tidak untuk apa-apa. 
Mungkin untuk melakukan hal yang ingin dilakukan ?
atau mungkin untuk membagi rasa bahagia kini dengan menertawakan masa lalu ? 

Cukup terkejut melihatnya lagi di depan mata di tempat itu. 
Banyak yang berubah. Misalnya plat mobilnya yang berubah, tak ada lagi bantal panjang di jok depan, dan dia yang jauh lebih kurus. 
Oh tentu, akupun lebih kurus kini haha. 
Terlihat dengan jelas dia jauh lebih bahagia dari terakhir kami bertemu di tempat cuci mobil haha. 
aku ? lebih bahagia ? oh tentu. atau oh ya seharusnya. 

Dia yang dalam hitungan hari akan mengambil sebuah tanggung jawab besar dalam hidup. 
Dia yang dalam hitungan malam akan menjadi teduh karena keluhnya sudah ada yang menampung. 
Dia yang akhirnya menemukan. 
Dan aku yang masih tetap dalam pencarian. 

Tidak.. tidak.. 
bukan penyesalan. 
Tak ada yang perlu disesali pada akhir yang bahagia kan ?

Breff
Akhirnya aku cukup sadar dan dengan baik merasakan bagaimana berada diposisinya. 
Maaf.
Termasuk memutuskan  berusaha untuk tidak mengetahui kabarnya melalu sosial media. 
Ya.. Aku sudah meng "hide" mu sejak beberapa waktu yang lalu, sebelum percakapan itu ada.
Tidak lama, baru-baru ini sejak makin sering cerita bahagia ditunjukan. 
Aku lelah untuk mengasihani diri. Dan dulu mungkin kamu juga pernah lelah mengasihani diri sendiri. 
Jadi kita satu sama bukan ? haha

Kemudain aku benar-benar semakin paham dengan kalimat "Akan selalu ada kata Selamat pada kata Selamat Tinggal". 
Selamat. 
Tinggal. 

Menyelamati dan meninggalkan hal buruk. 
Dan menyelamati hal baik yang (pasti) akan datang. 

Maka, Selamat ! 

Perjalanan ini akan sangat menarik untuk diceritakan kembali. 
Mungkin akan kutuliskan. 
Dengan alasan yang sama, agar tak lupa jika nanti aku tak lagi bisa menginat.
atau untuk pelajaran ku sendiri, bahwa setelah tinggal, terbitlah selamat, bukan ?



Ada banyak hal yang belum aku ceritakan.
Entah belum atau tidak akan ku ceritakan.

Tapi aku ingin menulis.
Takut jika nanti aku tak lagi bisa mengingat, mungkin tulisan ini yang akan membantuku menyadari bahwa aku pernah sekuat ini.
Bahwa aku pernah melewatinya.
Ku harap dengan baik.

Sesungguhnya aku tak ingin menceritakannya.
terlalu sesak di dada setiap mengingatkannya lagi.
terlalu sedih jika di bayangkan.

Ku kira dia rumah.
Ya, ku kira aku akhirnya menemukan rumahku.
Ku kira saatnya aku kembali pulang.
Ternyata aku salah.
Mungkin dia rumah, tapi bukan untukku.

Tapi aku menjadi mengerti.
Bahwa belajar ikhlas bukan dengan berusaha sekuat tenaga melupakan.
Tapi berusaha menjadi biasa dengan keadaan sekarang.
Ya. Membencinya memang tak akan pernah ada habisnya.
Namun membiarkan terus membencinya hanya akan mengingat-ingat kembali.
Maka aku menemukan formulanya.
Nikamti saja setiap rasanya.

Untuk Mas.
Yang tentu saja tak akan pernah membaca ini,
karena aku tahu, waktumu lebih berharga dari pada menghabiskannya untuk mambaca ini.
Untuk Mas yang pernah kutitipkan semua kata bernama percaya
sebua abstrak bernama harapan.
Ternyata aku salah menitipkan.

Namun,
Berkatmu juga, aku belajar bahwa di dunia ini memang ada orang yang tak selamanya baik-baik saja.




Bersyukur

Kemudian...
aku bercerita padamu lagi, pada halaman kosong dan akhirnya aku menuliskannya kembali.
sempat tak ingin bercerita banyak padamu.
karena yang sudah-sudah, setelah aku becerita padamu.. maka kabar buruk datang.
mungkin tanda tak boleh disombongkan.
maka kali ini, atas nama menjaganya, tak akan ku sombongkan.
dan ternyata salah.
aku juga masih tetap kehilangan.

Teringat pada pintu yang belum terbuka ?
yah tak lama kemudian aku kira sang pencipta telah mengabulkan doa doa panjangku.
menjawab apa yang aku selalu pertanyakan.
dan dengan ringan hati aku meng-iya-kan-nya. ku bukakan pintu akhirnya.
iya untuk menjalaninya dengan sebuah tujuan jelas.
dengan tidak berjalan sendiri dan semauku seperti dulu.
dengan tidak sesukanya pergi dan melarikan diri.
mengiyakan untuk tidak saling menyakiti.

lalu kemudian ku jaga.
seperti aku menjaga diriku sendiri.
memposisikan dia adalah aku.
yang mungkin menginginkan ini dan itu
yang mungkin perlu itu dan ini.
dan menyayangi sesayang aku pada hidupku.

Yakin memang membutuhkan proses.
namun ujar seseorang teman baik ; yakin adalah proses itu sendiri. bukan hasilnya.
seperti kita yakin pada agama dan sang pencipta.
kita meyakini dan menjalaninya.
dan seperti itulah yakin seharunya.

tidak tidak. jalanku tidak sesederhana itu
tidak semulus itu
jangankan kerikil, angin badai pun pernah.
tapi seperti seharusnya kata yakin diucapkan, tak semudah itu goyah.

aku bersyukur akhirnya pernah belajar berkomitmen pada apa yang ak pilih
bersyukur akhirnya ternyata aku tak sepecundang itu
bersyukur ternyata sang pencipta masih menyayangiku.
ditunjukannya tempat beristirahat dari perjalanan singkat namun cukup banyak menguras.

telah memilih untuk pergi.
atas kesalahannya sendiri.
dan aku ?
sudahlah.. aku bisa mengurus diriku sendiri lagi, seperti dulu

hanya saja ternyata jadi diriku sendiri tak mudah

akhirnya pada akhir bab ini pun aku masih tidak diperkenankan untuk lega.
membuka bab baru dengan cerita baru.
lagi lagi di bait akhir, selalu jadi penentu.





Selamat Berjuang

Akhirnya aku disini.
di kota ini.
menentukan pilihanku sendiri.
aku juga masih tak tahu ini pilihan bijak atau sebaliknya.

Aku meninggalkan.
Meninggalkan sebuah janji untuk hari menyemangati.
Tapi aku rasa, tuan cukup sersemangat bersama mereka dan orang-orang itu.
Untuk pertama kalinya, tuan meminta.
untuk datang dan menyemangati.
Dan dipertama kali itu pula, aku mangkir.

pilihan berat Tuan.
ini tentang prioritas.
siapa yang kini menjadi prioritas.

akhirnya aku terbang malam itu.
tepat sehari sebelum harimu.
bahkan sampai detik bait ini ku tulis, aku masih belum tenang.
merasa salah telah mangkir.
namun merasa benar karna telah memperjuangkan.

Maaf Tuan.
Aku yakin kau baik-baik saja.
Aku yakin kau akan terbang ke Negri itu.
Selamat berjuang !

Bait-bait yang terlewatkan (3)

Setelah terlewat sekian lama, bait kesepuluh kuceritakan pula.
Bait dimana manusia-manusia baru datang sili berganti, mencoba untuk tinggal namun masih belum juga kubukakan pintunya.
terutama manusia asing terakhir, yang begitu kuat mencoba membuka pintu, ngucapkan salam, mengetuk hingga menggedor. Banyak kejutan yang justru membuat aku benar-benar terkejut. Maka siapa yang akan berakhir membukanya ? entahlah. tunggulah pada bait selanjutnya. 

Dan selamat datang bait yang kutunggu. tepat di purnama ke sebelas.
Kejutan semakin menjadi-jadi, menghantamku dengan tak ragu-ragu. kejutan baik, dan sebaliknya.
kejutan pertama diawal langkah, kabar berita dia telah mantap untuk mengesahkan apa yang dirasa sudah saatnya.
kejutan selanjutnya datang di pertengahan bait. di hari ke tiga belas. kejutan baik datang menyapa :) lengkapnya akan kuceritakan pada babak lainnya.
Singkatnya, ku tutup bait ke sebelas dengan rasa syukur, atas berkat yang diberikan. Atas kabar yang baik, walau mengejutkan. Dan kututup dengan ikhlas yang baru akan ke pelajari kembali.

Selamat datang bait penutupan. sekaligus penyelesaian.
akhirnya tak ada yang berhasil membuka pintu. mungkin lebih tepatnya tak kubiarkan mereka memasukinnya. Dengan berbagai macam pertimbangan.
Untuk Ibu yang membuka kan pikiran, terima kasih.
Dan untuk mereka yang harus pergi, maaf. lebih baik dari pada terus duduk di depan pintu sampai kapan :)

Entahlah, aku mulai tak bernafsu membagi cerita baitku ini.
mungkin akan ku ceritkan langsung pada setiap langkahnya.
agar nantinya, jika aku tak lagi mampu untuk mengingat, aku masih dapat membacanya. dan percaya bahwa langkah ini pernah ada.


Beginilah bait-bait yang terlewatkan di dalam rangkuman pertama.
aku juga masih tak mengerti masih ada rangkuman berikutnya atau tidak.
ku tulis ini pada pertengahan tahun berikutnya.
Dengan hidup yang baru saja bangkit lagi, dari dasar yang paling dasar.
butuh merangkak dengan kuat untuk dapat sampai ke permukaan.
Dibangkitkan dengan sebuah harapan, aku mencoba mengais apa-apa yang masih tersisa.
sedikit rasa percaya dan secuil kertas putih ditangan.
Maka semoga dengan yang apa adanya ini, akan segera menghasilkan doa yang selama ini ku pinta.

Untukmu yang sedang berjuang, mari kita berjuang bersama :)



Second hero

Ayah.
Yang selalu punya caranya sendiri untuk melakukan apapun.
mengerti apapun
dan menebak apapun

Ayah.
Yang tiba-tiba bisa mengirimkan pesan singkat walau jarak terlalu jauh.
Yang masih tetap menyemangati lewat kata-kata
Yang masih percaya aku istimewa
dan bisa

Ayah.
Sejak pertama bertemu dengan tatapan lembut.
Tak peduli aku berubah dan berevolusi
yang menerima apa adanya

Aku ingat, saat pertama kerumah dengan tampilan yang berubah
dia menegur dengan caranya lembut.
Aku ingat saat aku masih dalam masa perjuangan,
sering kami ia tiba-tiba menyapaku.
Di waktu yang tepat. saat penant memadat.
Mendoakanku dari jauh.

Ayah.
Punya kekuatan untuk mengganti jadwal kepulangan,
hanya untuk menyempatkan bertemu.

Ayah.
Yang akan repot menyiapkan makanan untuk buka puasa bersama
Dengan kesederhanaan yang istimewa

Ayah.
Kemarin malam ku tanyakan hal penting dari nya
dan untuk pertama kalinya, ia berputar putar tanpa jawaban
Mungkin aku tahu, ia tak tega mengatakannya.

Ayah.
Masih sama.
Tak akan rela melihat gadis kecilnya bersedih.

Ayah.
Semoga setelah ini, aku tetap gadis kecilmu
tetap orang yang kau tanya kabarnya.
Dan menyampaikan salam dari mama.
walau kau akan punya gadis kecil lainnya.

Ayah.
Yang bukan Papa.
Tapi mencintaiku dengan sederhana dan apa adanya.

Meja Hijau Pertama

Tuan,
Akhirnya hari yang tak pernah ingin ku alami terjadi juga.
Hari itu, meja hijau pertamaku, dan dia, dan manusia itu.

Tuan,
Untuk pertama kalinya lagi setelah mendung, hujan dan badai pada puluhan purnama, aku melihat manusia itu lagi.
harusnya tak boleh memendam rasa amarah berkelanjutan.
Namun rasanya dadaku memanas, sesak akan udara penat yang tercipta dari sekelilingnya.

terakhir kali aku melihatnya masih menjadi sosok dengan dua kepribadian yang bebeda.
penuh dengan senyum.
walau ternyata itu palsu.
dan ia buas.

Tuan,
Mendekati hari itu, tidurku tak tenang. gelisah sepanjangan.
Aku bingung mendeskripsikannya.
Membaginya pun tak kuasa.
Entah harus kubagi dengan siapa.

Tuan,
Tepat pada malam sebelum pagi itu, perutku mulas sekali.
mulas tanpa sebab, obat pun ku rasa tak akan mempan.
rasanya ingin ku memutar nomor telfon mu lalu memuntahkan semuanya padamu.
Tapi aku ingat, mungkin kau tak terarik lagi dengan masalahku.
atau tak terarik lagi dengan hidupku
dan semua pernak-perniknya.

Tuan,
Menjadikanmu tempat sampahku, tak pernah aku sesali.
Hanya saja, kenapa harus kehilangan
menghilang
hilang
pergi
atau sengaja pergi
Tuhan terlalu baik,
padaku ?
atau padamu ?

Tuan,
Tapi pada akhirnya aku memiliki kekuatan shailormoon .
Di pagi yang tak pernah kuharapkan itu.
Aku bisa mengontrol semua emosiku.
ku kerahkan dengan amat sangat baik.
Dan aku berhasil !
buktinya manusia iu tidak berakhir di rumah sakit bukan ?

Tuan,
ternyata aku benar-benar sadar.
Dengan atau tanpamu, pagi akan tetap datang.
hidup akan terus berjalan.
dan aku bisa melewatinya dengan baik. ku harap begitu.
Dan sakit perutku dapat reda tanpa suaramu.

Maka Tuan,
selamat berbahagialah.
dan Manusia itu pula. segera enyahlah dari sekitar kami.
Karenanya, rusak susu sebelanga.